1. Konsep At-Tilawah
a. Defenisi Tilawah
Al-Raghib ( tt:71
) menjelaskan, tilawah . secara
bahasa artinya tabi’a – mutaba’ah = mengikuti. Bisa dengan cara mengikuti badannya
/ orang, mengikuti hukumnya , dan mengikuti bacaannya dengan memperhatikan,
mengkaji isi yang terkandung di dalamnya.
Selanjutnya Al-Raghib
mengemukakan, Tilawah itu khusus dalam
mengikuti kitab – kitab Allah, kadang dengan mengikuti bacaannya (dengan
memperhatikan isinya) dan kadang dengan mengikuti perintah, larangan,
rangsangan, ancaman atau sesuatu yang dibayangkannya. Selanjutnya Al-Raghib
pula menyebutkan, bahwa Tilawah lebih khusus dari Qiraah, setiap tilawah adalah
qiraah, dan tidak setiap qiraah adalah
tilawah.
Sementara qiraah yang berasal dari kata qaraa ,menurut Al-Raghib ( tt: 413
–414) dalam pandangan ahli bahasa
artinya = mengumpulkan ( jama’a ). Maka al-qiraah, artinya menggabungkan
huruf-huruf dan kalimat-kalimat antara yang satu dengan yang lainnya dalam
bacaan dengan tartiil. Dan tartiil, dijelaskan oleh Munawwir ( 1984 : 507)
membaca dengan pelan-pelan dengan memperhatikan tajwidnya.
Dengan
demikian maka tugas Rasul pada yang pertama ini adalah,
1) Membacakan ayat-ayat Alquran kepada shahabat /
manusia dengan mengkaji, menggali dan mengungkap makna yang terkandung
didalamnya, sementara para shahabat mengikuti bacaan Rasul dengan memperhatikan
arti dan makna yang ada di dalamnya.
2) Mengikuti
isi dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta melahirkannya dalam perbuatan
3) Dengan mengikuti bacaan dan mengkaji serta memahami
apa yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat melahirkan tauhid, yaitu
mengesakan Allah.
Dengan
memperhatikan makna –makna di atas, maka selain untuk mencerdaskan manusia,
juga terutama Rasul bertugas untuk
menjadikan manusia beriman / bertauhid, berakhlak mulia.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa
tilaawah al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :
- Tilaawah hukmiyyah, yaitu membenarkan segala khabar dari Al Qur’an dan melakukan segala ketetapan hukumnya dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
- Tilaawah lafzhiyyah, yaitu membacanya (zhohir ayatnya-ed). Telah banyak dalil-dalil yang menerangkan keutamaannya, baik keseluruhan Al Qur’an, atau surat tertentu atau ayat tertentu. (11)
b.Landasan Dalam Al-Qur`an
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا
مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ
ۚ
إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka
sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan
Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ
آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah
menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu
apa yang belum kamu ketahui.
Makna dari ayat ini mereka yang bertilawah Al
Qur’an secara benar adalah dengan ittiba’/mengikutinya. Ibnul Qoyyim
Rohimahullahmengatakan setelah memaparkan tilawah ada dua yakni tilawah lafdziyah
dan tilawah makna,“Intinya tilawah
yang hakiki adalah tilawah/membaca makna dari ayat-ayat Allah,
ittiba’/mengikutinya, membenarkan semua beritanya, melaksanakan perintahnya,
menjauhi larangannya, mematuhinya seluruh tuntunannya”.
Kemudian Beliau Rohimahullahmengatakan
,“Tilawah makna kedudukannya lebih mulia dari pada sekedar tilawah lafdziyah
dan orang yang mengerjakannya adalah orang yang dikatakan sebagai ahli Al
Qur’an yang teruntuk bagi mereka pujian di dunia dan akhirat.Sesungguhnya
mereka itulah yang dikatakan sebagai ahli tilawah dan ittiba’ yang sebenarnya”.
2. Konsep At-Ta`lim
Defenisi Ta`lim
Ta’lim,secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari
‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian
atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah
Jalal, ta’limmerupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian,
tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala
kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim,
berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju
dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’.
Dengan demikian pada tugas Rasululah saw yang ke tiga,
mengandung nilai pengembangan, penambahan ilmu dan wawasan, mengetahui
dasar-dasar pengambilan ilmu, sehingga tidak cukup menciptakan manusia yang
bertauhid (tugas tilawah), manusia yang bersih keyakinan, akhlaq dan hartanya
(tugas tazkiyah). Tapi juga menciptakan manusia yang berbuat atas dasar ilmu
pengetahuan, beramal atas sumber yang jelas, tidak taqlid buta ( tugas ta’lim
al-Kitab).
b.Landasan Al-Quran
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو
عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Sungguh
Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Ayat di atas Ali Imran 164 adalah ayat yang memuat manhaj pendidikan Alquran. Yang
dilakukan Nabi sebagai guru 3 manhaj yaitu:
1.
Manhaj al-Tilawah. Dalam hal ini bermuatan penanaman awal Aqidah
dan akhlak. Rasul mendidik
manusia untuk dapat membaca, memahami isi yang dibaca, mengikuti apa yang ada
di dalamnya.
2. Manhaj Tazkiyah. Dalam ini bermuatan
pembersihan, aqidah, Akhlaq; dan harta. Rasul mendidik manusia untuk bermoral
bersih bersikap, berprilaku yang baik . Tidak hanya mendidik manusia supaya
pandai dan berilmu, tapi juga menjadikan manusia yang bersih dalam pandangan Allah swt.
3. Manhaj
ta’lim Al-Kitab wal hikmah. Dalam bagian
ini bermuatan pengembangan, pembinaan Rasulullah mendidik manusia agar
berkembang, maju, berilmu pengetahuan yang dalam, berbuat atas suatu pekerjaan
berdasarkan kepada ilmu, bukan karena taqlid.
Para pakar
pendidikan Barat telah merumuskan hakikat tujuan Pendidikan yaitu,
1. Kognitif
yaitu, menumbuhkan dan mengembangkan proses berpikir.
2. Afektif
yaitu, pembentukan sikap atau pembentukan kepribadian.
3. Psikomotor
yaitu, pembentukan keterampilan.
3 Konsep al-Tazkiyah
a. Defenisi
al-Tazkiyah
Secara
bahasa,tazkiyah annafsberasal dari
dua kata yakni tazkiyahdan nafs.
Tazkiyahberasal
dari kata zakka-yuzzaki-tazkiyah yang maknanya sama dengan tathir yang berasal
dari kata thahhara-yuthahhiru-tathir[ah] yang berarti pembersihan, penyucian
atau pemurnian. Sedangkan annafs adalah
kata yang multimakna (musytarak). Dalam sebagian kamus bahasa Arab kata
nafssering diterjemahkan dengan :
- Diri
- Jasad
- Jiwa, ruh
atau kalbu.
Bahkan nafs pun diartikan dengan darah. Sehingga wanita yang melahirkan
dikatakan sedang nifas.Artinya banyak mengeluarkan darah.
Secara istilah : nafs dikemukakan
Ibnu Abbas sebagaimana dikutip Ibnu Mazhur dalam kamus Lisanul Arab(7), bahwa
manusia memiliki dua nafs:
1) nafs al
a'ql (akal) yang dengan akal manusia mampu mengidentifikasi dan berpikir
2)nafs ar ruh yang dengan ruh ini manusia
hidup
b.Landasan
Dalam Al-Qur`an
Salah satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam
adalah untuk membimbing umat manusia dalam rangka membentuk jiwa yang suci.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala Q. S Al-Jumu`ah ayat 2:
هُوَ الَّذِي
بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ
وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ
قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan
sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
Salah satu pertanda sifat-sifat-Nya yang disebut di
atas adalah apa yang diuraikan oleh ayat di atas. Thabathaba'i menulis bahwa
ayat yang lalu adalah pengantar sekaligus menjadi menjadi bukti yang
menunjukkan kebenaran uraian ayat di atas. Allah yang disucikan oleh semua yang
wujud di langit dan di bumi. Ini karena semua makhluk memiliki kekurangan dan
kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali Allah swt,
sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi kebutuhan siapa pun adalah
Dia Yang Berhak disucikan dari segala kekurangan dan kebutuhan,
Pendapat di atas tidak sepenuhnya
diterima oleh ulama-ulama lain. Syeikh Muhammad Abduh memahami arti ayat-ayat Allah dengan ayat-ayat kauniyah yang menunjukkan
kekuasaan, kebijaksanaan dan keesaan-Nya.[1][3]
Membacakan ayat-ayat tersebut dalam
arti menjelaskannya dan mengarahkan jiwa manusia untuk meraih manfaat,
pelajaran darinya, sama dengan firman-Nya dalam QS. Ali Imran (3) : 190
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Pada ayat
ini menerangkan bahwa Allah SWT mengutus seorang Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW
kepada bangsa Arab yang pada saat itu belum bias membaca dan menulis. Dan
sesungguhnya Nabi Muhammad adalah termasuk dari golongan mereka, yang tugasnya
:
1.
Membacakan
ayat-ayat Al-Quran yang didalamnya terdapat bimbingan serta petunjuk untuk
memperoleh kebaikan dunia dan akhirat,
2.
Membersihkan
mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat jahiliyah yang
biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid Esa-kan Allah dan tidak tunduk
kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak lagi percaya kepada
sesembahan mereka seperti matahari, patung, dan sebagainya.
3.
Mengajarkan
kepada mereka syariat-syariat agama dan hokum-hukum dan hikmah yang tekandung
didalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar