Tafsir Surat Al-Baqarah (2):129, Ali-Imran(3):164, Al-Jumuah(62):2 “Konsep Al-Tilawah, Al-Ta’lim, Al-tazkiyah”



1. Konsep At-Tilawah
a. Defenisi Tilawah
       Al-Raghib ( tt:71 ) menjelaskan, tilawah . secara bahasa artinya  tabi’a – mutaba’ah = mengikuti. Bisa dengan cara mengikuti badannya / orang, mengikuti hukumnya , dan mengikuti bacaannya dengan memperhatikan, mengkaji isi yang terkandung di dalamnya.
       Selanjutnya Al-Raghib mengemukakan, Tilawah itu  khusus dalam mengikuti kitab – kitab Allah, kadang dengan mengikuti bacaannya (dengan memperhatikan isinya) dan kadang dengan mengikuti perintah, larangan, rangsangan, ancaman atau sesuatu yang dibayangkannya. Selanjutnya Al-Raghib pula menyebutkan, bahwa Tilawah lebih khusus dari Qiraah, setiap tilawah adalah qiraah, dan tidak setiap qiraah adalah  tilawah.
       Sementara qiraah yang berasal dari kata qaraa ,menurut Al-Raghib ( tt: 413 –414) dalam pandangan  ahli bahasa artinya = mengumpulkan ( jama’a ). Maka al-qiraah, artinya menggabungkan huruf-huruf dan kalimat-kalimat antara yang satu dengan yang lainnya dalam bacaan dengan tartiil. Dan tartiil, dijelaskan oleh Munawwir ( 1984 : 507) membaca dengan pelan-pelan dengan memperhatikan tajwidnya.
 
Dengan demikian maka tugas Rasul pada yang pertama ini adalah,
1) Membacakan ayat-ayat Alquran kepada shahabat / manusia dengan mengkaji, menggali dan mengungkap makna yang terkandung didalamnya, sementara para shahabat mengikuti bacaan Rasul dengan memperhatikan arti dan makna yang ada di dalamnya.
2) Mengikuti isi dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta melahirkannya dalam perbuatan
3) Dengan mengikuti bacaan dan mengkaji serta memahami apa yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat melahirkan tauhid, yaitu mengesakan Allah.
       Dengan memperhatikan makna –makna di atas, maka selain untuk mencerdaskan manusia, juga terutama Rasul  bertugas untuk menjadikan manusia beriman / bertauhid, berakhlak mulia.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa tilaawah al qur’an (membaca al qur’an) ada 2 macam :

- Tilaawah hukmiyyah, yaitu membenarkan segala khabar dari Al Qur’an dan melakukan segala ketetapan hukumnya dengan cara melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

- Tilaawah lafzhiyyah, yaitu membacanya (zhohir ayatnya-ed). Telah banyak dalil-dalil yang menerangkan keutamaannya, baik keseluruhan Al Qur’an, atau surat tertentu atau ayat tertentu. (11) 
b.Landasan Dalam Al-Qur`an
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
 كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
     Makna dari ayat ini mereka yang bertilawah Al Qur’an secara benar adalah dengan ittiba’/mengikutinya. Ibnul Qoyyim Rohimahullahmengatakan setelah memaparkan tilawah ada dua yakni tilawah lafdziyah dan tilawah makna,Intinya tilawah yang hakiki adalah tilawah/membaca makna dari ayat-ayat Allah, ittiba’/mengikutinya, membenarkan semua beritanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, mematuhinya seluruh tuntunannya”.
    Kemudian Beliau Rohimahullahmengatakan ,“Tilawah makna kedudukannya lebih mulia dari pada sekedar tilawah lafdziyah dan orang yang mengerjakannya adalah orang yang dikatakan sebagai ahli Al Qur’an yang teruntuk bagi mereka pujian di dunia dan akhirat.Sesungguhnya mereka itulah yang dikatakan sebagai ahli tilawah dan ittiba’ yang sebenarnya”.
2. Konsep At-Ta`lim
      Defenisi Ta`lim
    Ta’lim,secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’limmerupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’.
Dengan demikian pada tugas Rasululah saw yang ke tiga, mengandung nilai pengembangan, penambahan ilmu dan wawasan, mengetahui dasar-dasar pengambilan ilmu, sehingga tidak cukup menciptakan manusia yang bertauhid (tugas tilawah), manusia yang bersih keyakinan, akhlaq dan hartanya (tugas tazkiyah). Tapi juga menciptakan manusia yang berbuat atas dasar ilmu pengetahuan, beramal atas sumber yang jelas, tidak taqlid buta ( tugas ta’lim al-Kitab).  
b.Landasan Al-Quran
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Ayat di atas Ali Imran 164  adalah ayat yang memuat  manhaj pendidikan Alquran. Yang dilakukan Nabi sebagai guru 3 manhaj yaitu:
1.        Manhaj al-Tilawah. Dalam hal ini bermuatan penanaman awal  Aqidah dan akhlak. Rasul mendidik manusia untuk dapat membaca, memahami isi yang dibaca, mengikuti apa yang ada di dalamnya.
2.    Manhaj Tazkiyah. Dalam ini bermuatan pembersihan, aqidah, Akhlaq; dan harta. Rasul mendidik manusia untuk bermoral bersih bersikap, berprilaku yang baik . Tidak hanya mendidik manusia supaya pandai dan berilmu, tapi juga menjadikan manusia yang bersih  dalam pandangan Allah swt.
3.    Manhaj ta’lim Al-Kitab wal hikmah.  Dalam bagian ini bermuatan pengembangan, pembinaan Rasulullah mendidik manusia agar berkembang, maju, berilmu pengetahuan yang dalam, berbuat atas suatu pekerjaan berdasarkan kepada ilmu, bukan karena taqlid.
Para pakar pendidikan Barat telah merumuskan hakikat tujuan Pendidikan yaitu,
1.    Kognitif yaitu, menumbuhkan dan mengembangkan proses berpikir.
2.    Afektif yaitu, pembentukan sikap atau pembentukan kepribadian.
3.    Psikomotor yaitu, pembentukan keterampilan.
3   Konsep al-Tazkiyah
a. Defenisi al-Tazkiyah
Secara bahasa,tazkiyah annafsberasal dari dua kata yakni tazkiyahdan nafs.
Tazkiyahberasal dari kata zakka-yuzzaki-tazkiyah yang maknanya sama dengan tathir yang berasal dari kata thahhara-yuthahhiru-tathir[ah] yang berarti pembersihan, penyucian atau pemurnian.   Sedangkan annafs adalah kata yang multimakna (musytarak). Dalam sebagian kamus bahasa Arab kata nafssering diterjemahkan dengan :
- Diri
- Jasad
- Jiwa, ruh atau kalbu.
Bahkan nafs pun diartikan dengan darah. Sehingga wanita yang melahirkan dikatakan sedang nifas.Artinya banyak mengeluarkan darah.
Secara istilah :  nafs dikemukakan Ibnu Abbas sebagaimana dikutip Ibnu Mazhur dalam kamus Lisanul Arab(7), bahwa manusia memiliki dua nafs:
1) nafs al a'ql (akal) yang dengan akal manusia mampu mengidentifikasi dan berpikir
2)nafs ar ruh yang dengan ruh ini manusia hidup
b.Landasan Dalam Al-Qur`an
Salah satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam adalah untuk membimbing umat manusia dalam rangka membentuk jiwa yang suci. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala Q. S Al-Jumu`ah ayat 2:
 هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
Salah satu pertanda sifat-sifat-Nya yang disebut di atas adalah apa yang diuraikan oleh ayat di atas. Thabathaba'i menulis bahwa ayat yang lalu adalah pengantar sekaligus menjadi menjadi bukti yang menunjukkan kebenaran uraian ayat di atas. Allah yang disucikan oleh semua yang wujud di langit dan di bumi. Ini karena semua makhluk memiliki kekurangan dan kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali Allah swt, sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi kebutuhan siapa pun adalah Dia Yang Berhak disucikan dari segala kekurangan dan kebutuhan,

Pendapat di atas tidak sepenuhnya diterima oleh ulama-ulama lain. Syeikh Muhammad Abduh memahami arti ayat-ayat Allah  dengan ayat-ayat kauniyah  yang menunjukkan kekuasaan, kebijaksanaan dan keesaan-Nya.[1][3]
Membacakan ayat-ayat tersebut dalam arti menjelaskannya dan mengarahkan jiwa manusia untuk meraih manfaat, pelajaran darinya, sama dengan firman-Nya dalam QS. Ali Imran (3) : 190

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Pada ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT mengutus seorang Rasul yaitu Nabi Muhammad SAW kepada bangsa Arab yang pada saat itu belum bias membaca dan menulis. Dan sesungguhnya Nabi Muhammad adalah termasuk dari golongan mereka, yang tugasnya :
1.      Membacakan ayat-ayat Al-Quran yang didalamnya terdapat bimbingan serta petunjuk untuk memperoleh kebaikan dunia dan akhirat,
2.      Membersihkan mereka dari akidah yang menyesatkan, dosa kemusyrikan, sifat jahiliyah yang biadab sehingga mereka itu berakidah tauhid Esa-kan Allah dan tidak tunduk kepada pemimpin-pemimpin yang menyesatkan dan tidak lagi percaya kepada sesembahan mereka seperti matahari, patung, dan sebagainya.
3.      Mengajarkan kepada mereka syariat-syariat agama dan hokum-hukum dan hikmah yang tekandung didalamnya.






[1][3] Ibid

0 komentar:

Posting Komentar